PUISI DALAM TEATRIKALISASI PUISI MTS SUNAN DRAJAT SUGIHWARAS LAMONGAN
TERUNTUK
GURUKU
pertunjukan
sederhana ini
ku persembahkan
kepadamu dengan segenap usaha yang t’lah ku rengkuh
tak peduli
lelah
ku memahami
setiap makna gerak
kadang aku
tiba-tiba tertawa terbahak
sering pula
emosi seketika memuncak
sampai tak
terasa,
pernah ku
keluar dahak
aku
ditertawakan,
aku selalu
disalahkan,
tapi semua itu
kutahan
untuk tampil
bermakna dihadapanmu
ini semua
karenamu, bapak ibu guru
ku berikan
segala kesederhanaan ini
agar kau tahu
bahwa
ku mencintai
segala kesederhanaanmu
seperti engkau
mencintai ketidaktahuan kami
akan makna
setiap lembaran kehidupan
yang kau
ceritakan kemarin, kini atau nanti
untuk kami
ambil kesimpulan dan lakukan
maka,
dalam setiap
doa
selalu semoga
yang kuharap:
semoga yang
sederhana ini
menjadi bagian
terindah dari kehidupanmu
kehidupanku
kelak nanti juga
dan,
akan ada setiap
kenangan
untuk ku
mengenangmu
mengenang,
bahwa ku pernah
memiliki guru terhebat
yaitu dirimu,
yang barangkali
kini sedang duduk
di hadapan, di
belakang, atau bahkan sedang di luar
menjalankan
setiap langkah roda kehidupan
bapak ibu guru
terhebatku,
terima kasih
atas pejuanganmu selama ini
meninggalkan
segala beban diri di rumah
kau nina
bobokan ia
kau
timang-timang ia
hingga lelap
tertidur
dan kau menjadi
manusia baru di sekolah
mungkin,
aku tak pernah
tahu
seberapa besar
masalah yang sedang kau hadap
tapi tawa dan
candamu dikelas,
barangkali
hanya kamoflase terindahmu untukku
agar mudah ku
menerima tiap pelajaranmu
waktu itu,
hujan pagi kian
lebat,
kau sangat
bersemangat dari parkir sekolah
meski berkuyup
mantel, dan menenteng sepatu
tak kulihat
sama sekali beban dipundakmu
hanya senyum
yang kian merekah
di tiap langkah
yang kau ayun menuju ruang sekolah
langkahmu
begitu gegas
sebab waktu
sudah pukul tujuh lewat
meski,
sering ku juga
berlari
dibelakangmu dengan hal yang sama
kau hanya
senyum
menyapa salam
hormatku
dengan mengecup
tanganmu
ketika hendak
kau menuju ruang kelas
kau lihat kami
masih
bercengkrama ramai di depan kelas
tak nampak
satupun dari kami
mempersiapkan
tugas darimu
minggu lalu
mungkin kami
sudah
atau bahkan
kami lupa
tapi sering kau
tersenyum biasa
sambil
mengingatkan kembali untuk lekas kami selesaikan
kulihat,
tubuhmu masih
kuyup
kursi depan
kelasmu masih terlihat basah
tapi sedikitpun
tak kulihat
rasa malas di
pandangmu
untuk
melanjutkan sisa pelajaran kemarin atau lusa
wa'alaikumsalam,
ibu guru
itu salam
pertama ku mengenal dirimu
kau begitu
lembut
mengucapkan
kata demi kata untuk ku pahami
tapi, I always
don’t know
tak tahu, tak
dengar jelas
apa yang sedari
tadi kau jelaskan
di depan papan
itu
aku tak
memahami sedikitpun itu, bu guru
yang kau coba
untuk sederhanakan padahal
pemahamanku
terlalu rumit
hingga,
berkeliling kelas
bersendah gurau
dengan kawan di samping
atau bahkan
keluar pura-pura ke belakang
padahal
sedikitpun tidak
adalah
refreshing terhebat yang pernah kulakukan
di sela-sela,
kau begitu serius
menjelaskan
setiap ketidakfahaman
dan aku hanya
mentertawakan setiap kejadian
kadang,
kau berhenti
sejenak
duduk di kursi
guru
mungkin kau
lelah, selepas menjelaskan tadi
namun,
ku masih tidak
peduli ke semua itu
ku tetap
mengabaikan penjelasanmu
mengabaikan
setiap rintikan hujan yang tiba-tiba turun dengan guguran guntur
lewat tidur
panjangku di atas meja murid
dan kau tetap
membiarkan semua itu
hingga
akhirnya,
salam penutupmu
adalah kalimat
ajaib untuk seketika membangunkan ku
barangkali,
kau kesal atas
semua itu
tapi sedikitpun
tak kulihat kerut kemarahan di wajahmu
bahkan selepas
ku bangun
mulai mengeja
keadaan kembali
selalu kulihat
senyummu
hingga langkah
terakhirmu
menapaki ruang
kelas kami
maaf, maaf ibu
guru
atas
kelalaianku
mengabaikanmu
selalu ……..
Kemudian kau
datang, bapak guru
kau datang
dengan membawa segala kegagahan tubuh
di tangan
kirimu,
terlihat betapa
banyak pelajaran yang akan kau ajarkan
sedang di
tangan kananmu
pelan-pelan
mengajakku diam
mengajak diam,
diam diam masuk kelas
salam mu begitu
lantang
menyibakkan
segala mendung yang hampir saja datang di hadapan
terlihat kejam,
mungkin
seluruh kawan
yang kau lihat
berkeling-keliling
kelas,
teriak-teriak
tak jelas
tertawa
terbahak lepas
main-main
kertas
tidur terlewat
batas
tak mengerjakan
PR atau tugas
rumpi dalam
kelas
membahas Rudi
yang tiba-tiba lewat depan kelas
atau membahas
kesimpulan perkumpulan di rumah
padahal kita
sedang dalam situasi yang sama
mempelajari dan
merangkai benang masa depan bersama
kau pukul aku
kau jewer aku
kau hukum
berdiri di depan teman berjam-jam
atau bahkan
membuang sampah
yang terlihat
sama-sama busuknya dengan sikapku
tapi, kau
selalu tak menutup hidung
tiap kali
bertemu aku
tiap kali
berhadapan denganku tak jenuh
padahal aku
sama busuknya
seperti segala
sesuatu yang menumpuk
di pembuangan
sampah
belakang
sekolah
maafkan aku
bapak guru
maafkan kami
guru-guru
maafkan aku
yang telah membuatmu selalu kesal
dengan tingkah
laku ku,
dengan tingkah
laku kami
yang setiap
hari selalu terlewat batas
bahkan pernah
ku menertawakan di setelah jam mengajar
atau bahkan
abai segala tugasmu
yang saat itu
kau hanya
memanggilku perlu bantuan
tapi kuselalu
abaikannya
maafkan aku
bapak guru
maafkan aku ibu
guru
maafkan segala
tingkah lakuku,
tingkah laku
kami
yang selalu
terlewat batas
atas
kemampuanmu mendidik kami
padahal itu
kami
yang terbatas
dalam segala ilmu
bagaimana
bersikap di hadapanmu bagai seorang raja
mengatakan
“cek” adalah tak seharusnya
barangkali
nanti
ku melihatmu
diam
ku melihatmu
tenang di atas kursi roda
melihat lalu
lalang kehidupan
melihat lalu
lalang angin sepoi
yang menyapa
depan rumah rindumu
melihat,
betapa
komplikasi penyakit yang mendera tubuhmu
membelenggu
nafasmu
membelenggu
gerak lincahmu
yang saat ini
tak kulihat lagi
seperti dahulu
kau masuk kelas
salam dan
menyapaku
tapi semoga
kau bangga,
bangga melihat
kami
meraih
kesuksesan
meraih segala
harapmu dulu
yang sempat
tercecer
sebagai lading
amalmu
di sana lagi
tenanglah
guruku,
tenanglah di
masa damaimu
semoga kami
dapat melanjutkan perjuanganmu